DIGITAL transfomation (transformasi digital) sudah tidak terelakkan lagi, terutama pada era industri 4.0 saat ini. Zyrex, sebagai salah satu merek penyedia perangkat teknologi informasi (TI), turut ambil bagian dalam perubahan transformasi digital ini.
Sejak 2017, Zyrex melakukan transformasi dalam bidang pendidikan di Sekolah Terpadu Pahoa. Zyrex bekerja sama dengan Sekolah Terpadu Pahoa menghadirkan digitalisasi pendidikan melalui penggunaan teknologi informasi yang intensif. Dirut Zyrexindo Mandiri Buana Timothy Siddik dan Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Pahoa Yoedono Goeinawan bekerja sama menerapkan sistem belajar tersebut. ”Kita harapkan murid kita nantinya memiliki attitude, communication, dan thinking (ACT) yang baik,” kata Yoedono saat Media Gathering Bersama PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk, Sekolah Terpadu Pahoa, dan Microsoft Corporation, Rabu (1/3).
Yoedono menjelaskan bahwa Zyrex dipilih karena produknya cocok untuk anak-anak yang ingin simpel dengan touchscreen di layar lebar. Layar yang digunakan berukuran 24 inci. Salah satu contoh penerapan teknologi informasi pada pembelajaran siswa-siswi Pahoa adalah pada laboratorium matematika. Siswa SD, SMP, SMA Pahoa menggunakan aplikasi Noosphere, yaitu aplikasi pembelajaran yang memungkinan kelas terhubung secara daring dan memiliki papan tulis pribadi. Timothy mengaku terpukau dengan apa yang dilakukan Pahoa saat meninjau laboratorium matematika ini. ”Setelah melihat tadi, saya sangat terkesan. Karena ada guru yang meng-observe sistem belajar tersebut.” Menurut Timothy ini baru disaksikannya di Pahoa.
Padahal ada 14 ribu sekolah di seluruh Tanah Air yang menggunakan produk Zyrex. ”Senang bisa melihat anak-anak belajar dengan teknologi. Tapi belum melihat seperti di Sekolah Terpadu Pahoa,” imbuhnya. Zyrex mengadakan 180 layar untuk sistem digitalisasi pendidikan di Pahoa. Seluruhnya digunakan untuk lima ruangan laboratorium. Laboratorium-laboratorium ini tidak hanya untuk pelajaran matematika saja. Siswa pengguna sistem digital ini mengaku terbantu dalam belajar. ”Jadi mudah, bisa diskusi, ada guru yang mengawasi,” kata seorang siswa SD Joscelyn. Guru pengawas, Jontar Gurning sempat menjelaskan tugasnya sebagai observer. Dirinya nanti akan memberi masukan kepada guru bersangkutan. Masukan-masukan ini akan dijadikan sebagai alat untuk pembelajaran yang lebih baik. (RO/OL-10)
source : mediaindonesia.com